Thursday, November 8, 2012

Realita Sosial Perkawinan Beda Agama





Seseorang yang telah dipertemukan dengan berbagai agama, secara implisit memastikan dan mencermati ondisi sosial masyarakat sekitar tersebut, pelan-pelan terekam dalam memori, suatu ketika akan menjadi sebuah pengetahuan tersendiri baginya dan bagi masyarakat.

Salah satu yang mencengangkan dewasa ini adalah permasalahan perkawinan beda agama. Penulis sudah mengadakan pengamatan di berbagai keluarga yang memeluk agama berbeda. Ada yang memilih untuk tetap menjadi Hindu meskipun istri/suaminya beragama lain. Adayang memilih untuk memeluk agama suami. Tapi di antara perkawinan jenis ini, “paid bangkung” yang paling menyedihkan, paling tidak punya jati diri.

Ada sebuah keluarga yang ujungujungnya cerai karena meskipun perkawinannya dilangsungkan secara Islam, akan tetapi pihak keluarga Hindu tetap melakukan upacara secara Hindu “agar adil” katanya dan dapat mepamit di sanggah kemulan.

Dan ini kisah perkawinan yang melibatkan tiga agama, yaitu Islam, Kristen dan Hindu. Duduk persoalannya sebagai berikut: si perempuan, beragama Kristen, kawin dengan seorang laki-laki yang bergama Islam. Setelah memiliki anak dua, karena tidak mampu mempengaruhi suaminya untuk pindah ke Kristen, memilih untuk mencari pasangan lain meski masih terikat hubungan dengan suaminya.

Kali ini dipilih seorang pria Hindu, perpisahan melanda keluarga yang berlatar belakang Islam dan Kristen. Kedua-duanya tetap berkeinginan agar anak-anak mereka memeluk agama mereka masing-masing, toh akhirnya kedua anak mereka dilarang berat untuk pergi bersembahyang ke Gereja. Yang pengaruhnya paling kuat adalah dari paman-pamannya yang beragama Islam dan cukup rajin dalam mengaji.

Dikemudian hari, anak-anak mereka tumbuh besar, setelah dua puluh tahun mereka menapaki perkuliahan terbebas dari kungkungan orang tua, tapi tetap saja mereka pulang dipaksa untuk mengaji di mushola. Kini kedua anak itu tidak terurus, apalagi yang bontot, sering mabuk-mabukan, di suruh kuliah enggan, lebih memilih untuk tinggal di kota, sabu-sabu-pun diganyang juga.

Bahkan demi melihat anak-anak mereka, sebut saja namanya Yani dan Herwin memeluk agama Kristen, ketika mereka berdua bersekolah SMA di Sulawesi Tengah. Setamat sekolah mereka kembali ke kampungnya, dan kembali lagi menjadi Islam. Ini baru betul-betul seorang bapak yang kuat dalam memegang agama. Tiga tahun mengenyam pendidikan kekristenan, anak-anaknya bisa kembali lagi menjadi Islam.

Sayang pada akhirnya, si Yani memilih untuk memeluk agama Kristen sampai akhirnya melangsungkan perkawinan, sedangkan si Herwin tidak begitu fanatik dengan agama, malah mencaci kedua orang tua mereka karena sering bertengkar mengenai agama mereka. Sang ibu semakin pusing dibuatnya, hingga akhirnya memutuskan untuk bercerai.

Kini dia bersama-sama dengan lelaki Hindu, lima tahunan tidak dianugrahi seorangpun anak. Laki-lakinya yang berasal dari keturunan Sang mungkin bosan tiap hari diceramahi terus, diajak untuk memeluk Kristen, dirayu agar mau pergi ke Gereja sembahyang sekali saja. Lima tahun setelah itu, Sang menjadi kalap dan pergi ke Bali dengan alasan dipanggil keluarga di Bali.

Sejak tahun 2006, Sang tidak kunjung pulang ke Sulawesi, tahun 2007 istrinya mencarinya ke Bali. Dua tahunan tidak pulang Sang rupanya sudah memperistri seorang wanita dari Bali yang lebih ayu dan memang bernama Ayu. Rupanya jalan yang ditempuh ini diberikan oleh seorang pengurus Parisada di Sulawesi sana; yang pernah dimintai solusi tentang masalah keluarganya, dan memintanya agar pergi ke Bali.
Diketahui suaminya sudah melakukan perkawinan lagi, istri yang beragama Kristen menggugat perkawinan suaminya ke Pengadilan Negeri Bangli. Tapi lama tidak mendapatkan tanggapan, lantaran kasusnya sebagaian besar terjadi di Sulawesi. Pengadilan Negeri Bangli memutuskan untuk menyerahkannya kepada Pengadilan di Sulawesi. Perkara dimenangkan oleh sang istri, tapi Sang tetap menjadi seorang Hindu bersama keluarga barunya di Bali. Hartanya di Sulawesi, sebagai harta gono-gini jatuh ke tangan si istri lama.

Ibu yang beragama Kristen ini nekat sekali di dalam menyebarkan agama Kristen di desa transmigrasi, namun hasilnya nol, karena masyarakat transmigran ini memang sudah terikat oleh adat. Sepuluh tahun lebih baru perempuan gigih ini hanya mendapatkan pengikut satu orang, itupun lantaran terikat perkawinan, yaitu seorang putri Bali berpindah agama, karena seorang laki-laki suku asli yang sudah beragama Kristen meminangnya.

Proses peminangannya berlangsung alot. Parisada Desa dan Pengurus Adat yang sudah tahu akan terjadi hal pindah agama, kompak mengadakan perombakan awig-awig terutama tentang pindah agama: setiap orang yang berpindah agama akan dikenakan denda adat sebesar lima juta rupiah, dan bila meninggal dunia, tidak akan mendapatkan lahan kuburan sedikitpun, penguburannya diserahkan ke agama yang bersangkutan.

Hendaknya pengurus adat di Bali segera perombakan awig-awig, agar mengandung ketentuan tentang perpindahan agama, bukan hanya perpindahan penduduk saja.

Penulis, koresponden Media Hindu Denpasar

No comments:

Post a Comment